Senin, 21 Desember 2015

SasuSaku fanfic : "After Spring"

After Spring

Pair: SasuSaku
Disclaimer: Naruto (c) Mashashi Kishimoto
Rated: Teen

One shot, Sakura POV.
Hurt/comfort, romance.
--------

Pada akhirnya aku akan selalu membenci musim gugur.
Nyatanya tak ada yang lebih indah dibanding musim semi yang penuh dengan bunga bermekaran. Setelah musim semi dan musim panas berlalu, jadi sering hujan.

--------
Hari akhir pekan ini akan menjadi hari yang sangat spesial bagiku. Mungkin.
Sudah lama aku dekat dengan Sasuke, sekitar 2 tahunan. Dan baru seminggu ini kami menjalin hubungan berpacaran. Bagaimana tidak? Ternyata Sasuke juga merasakan hal yang sama. Aku menyukainya. Dan dia menyukaiku. Untung saja aku berani mengungkapkannya. Kalau tidak, maka aku dan Sasuke tidak mungkin berpacaran seperti ini. Kita pasti saling menunggu sedangkan tak ada yang berani memulai diantara kita. Ini sebuah keberuntungan bagiku. Karena tak semua wanita itu punya keberanian untuk memulai. Dan tak banyak pula wanita yang ditolak cintanya. Karena rasa yang berbeda. Memang beruntung sekali diriku..

Dan sekarang, Sasuke mengajakku untuk berjalan-jalan di Kota. Kedengarannya menyenangkan. Baru kali ini dia mengajakku ke tempat ramai seperti itu. Biasanya kan dia suka tempat yang sepi.
Nah.. ini baru kencan yang paling kusukai. Pasti nanti akan seru. Ahhh membayangkannya saja aku sudah.. ahhh.. pokoknya sekarang aku harus bersiap-siap. Berdandan agar terlihat lebih cantik. Biar Sasuke klepek-klepek.. hihi.

“Apa aku sudah terlihat cantik?” tanyaku pada diriku sendiri sambil mematut diri di depan cermin. Melenggakkan tubuhku ke kanan dan kiri. Mempertimbangkan apa aku cocok memakai baju blusan merah maroon ini.
Kurasa, ada yang kurang. Rambutku terlihat polos. Ahh iya.. aku baru ingat.. bandana-nya ketinggalan. Haduhh baru kali ini aku lupa soal bandana
“Nah.. sudah. Sakura cantik seperti bunga sakura..” pujiku sambil memakai lipgloss rasa cherry. Tipis saja. Supaya bibirku tidak kering.
Setelah kurasa tak ada yang kurang, aku pun menenteng tas kecil merah mudaku. Sedikit berburu-buru. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 . Sasuke janjinya jam setengah 9. Jadi aku harus cepat.

Drrrtt...drrrttt...drrrttt..
Ponselku bergetar. Sasuke menelponku ternyata. Kupercepat lagi langkahku. Mungkin dia sudah menungguku.
“Ya? Sasuke?” aku mengangkat telponnya.
“Dimana? Lama sekali. Baka!” seperti biasa, nadanya terdengar jutek. Tapi sekarang kedengarannya dia sudah kesal. Aku hanya terkekeh
“Hehe. Maaf. Aku di jalan. Kau sudah sampai di sana?”
“Belum. Untuk apa aku menunggumu sendirian di tempat ramai seperti itu. Cih.”
“Lalu, kau dimana sekarang?”
“Di rumahku. Kau kesini saja.”
“Eh?”
“Hn?”
Aku mengernyit. Mengapa aku harus ke rumahnya sekarang? Aku kan sudah..
Eh? Aku sudah berjalan sampai mana sekarang? Kulihat papan penunjuk jalan bertuliskan 'Jl.Rikudou' Lah? Itu berarti aku lupa belok. Harusnya tadi aku belok kanan untuk masuk ke Jl.Sennin.
Aku berhenti sebentar. Menoleh ke belakang. Ternyata belokkannya kelewat. Kenapa bisa-bisanya aku lupa seperti ini? Atau aku keasyikan telponnan dengan Sasuke, ya?
Aku pun memutar balik arah.

“Haduh. Sasuke, kenapa aku harus ke rumahmu?” tanyaku.

Anehnya, Sasuke diam. Tak bergeming. Aku cek layar ponselku. Ah pantas saja. Dia sudah menutup telponnya. Uh! Dasar! Belum selesai bicara, main tutup aja.
“Ih! Sasuke! Pantat ayam!” aku memaki-maki ponselku seakan itu adalah Sasuke.

---------

Sampai aku di depan rumahnya. Hanya menunggu di depan gerbang. Aku diam sejenak sambil mengutak-ngatik ponsel untuk menghubungi Sasuke.
“Pantat Ayam! Aku udah di depan gerbang! Cepet!” kataku setelah dirasa sudah terhubung. Aku masih marah soal yang tadi.
“Jidat sayang.. kok marah gitu sih?..” nada Sasuke terdengar menggoda. Meletupkan jantungku. Membuat pipiku blushing. Deg deg deg! Seringkali Sasuke seperti ini.
“Uhm. Maaf. Yang tadi itu Kak Itachi.” dan seringkali juga Sasuke menyanggahnya seperti ini. Dia bilang yang bicara tadi itu kakaknya. Selalu saja begitu. Padahal aku lagi terbang terbangnya. “Sekarang, ada apa?” nadanya datar seperti biasa. "Krauk- krauk" hmm sepertinya dia sedang memakan camilan.

“Aku sudah di depan rumahmu. Cepatlah..” kataku mulai resah.
“Apa? Depan rumah? Cepat sekali? Aku saja masih belum mandi.”
Aku terbelalak. Apa maksud ucapannya barusan? Belum mandi?! Bukannya tadi dia bilang padaku cepat kesini? Sedangkan sekarang dia belum mandi?
“Hah?! Belum mandi?!”
“Ya. Mau masuk rumah atau nunggu di luar?” tawarnya
“Err.. m-memangnya di rumahmu ada siapa?”
“Kak Itachi.”
“Umm.. yasudah, deh.” aku lebih memilih masuk ke rumahnya daripada berdiri di sini lebih mirip seperti yang memaksa sumbangan.
“Yasudah apanya?”
Eh? Dasar! Malah nanya, lagi..
“Ya! Aku masuk rumah!” kataku sedikit sebal.
“Oke. Nanti kakakku yang mengantarmu masuk.”

Aku menutup telponnya. Sekarang tinggal menunggu kak Itachi. Aku hanya melipat tangan di dada. Bersender di gerbang sambil mengetuk-ngetukkan kaki.

Krek krek..

Mungkin itu suara kak Itachi yang sedang membuka kunci gerbang. Aku pun menghindar dari gerbang itu.
Seorang lelaki berambut raven berkucir membukakan gerbangnya. Menyambutku dengan senyuman manis. Ternyata sifat Itachi berbanding terbalik dengan sifat Sasuke.
“Ayo, Sakura-chan” ajaknya.
Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku hanya mengekor di belakangnya sambil mengedarkan pandangan melihat ternyata halamannya luas. Selama ini, aku belum pernah masuk rumah Sasuke. Kalau ke sini pasti aku hanya diam di depan gerbang karena takut oleh orangtuanya. Ya tepatnya aku malu.
“Sudah berapa lama kau berhubungan dengan adikku?” tanya Itachi berbasa-basi. Menyamakan langkahnya denganku.
“Baru seminggu.” jawabku.
“Ohh..” Itachi membulatkan bibirnya “Sasuke selalu bercerita tentangmu padaku, lho!”
Mendengar itu, aku langsung berbinar-binar. Deg deg! Pipiku blushing “Oh ya?! Bagaimana? Maksudku, apa yang diceritakan Sasuke tentangku?!” aku berantusias.
“Katanya cerewet, manja, jidatnya lebar, warna rambutnya aneh.”
Mendengar itu aku langsung sweatdrop. Kenapa Sasuke bercerita kejelekkanku? Ish.

“Tapi Sasuke menyukai semua itu. Dan Sasuke sangat mencintaimu.”
Fiuh~ aku menghela nafas lega. “Hmmhh..Tapi Sasuke itu tidak romantis.”
“Hal-hal yang menurutmu tidak romantis, menurut Sasuke itu romantis. Contohnya saja tadi pas telponan sama kamu. Dia bilang padaku 'ini yang namanya romantis..'”

Ohh jadi seperti itu, ya?
Ahh pipiku blushing. Ya ya.. kalau menurut Sasuke itu romantis, menurutku juga romantis.
---
“Nah, Sakura.. Tunggu di sini, ya..” ucap Itachi.
Aku duduk di sofa putih ruang keluarga. Tampak sepi. Semua di sini rapi, dan bersih. Keren, rumah segede ini bisa rapi sekali. Mungkin mereka punya pembantu. “Biar kakak buatkan jus jeruk, ya.”
“Ah, tidak usah repot-repot, kak.” sanggahku ketika Itachi hendak pergi ke dapur
“Hei, kau ini kan calon adik iparku. Kalau ke sini lagi, jangan sungkan-sungkan. Anggap saja rumah sendiri” jelasnya.
Aku jadi blushing. Calon adik ipar? Mungikin masih jauh, ya pemikiran tentang itu. Tapi, aku pun pernah membayangkannya. Hanya sekedar berandai-andai.
“Tunggu, ya.” ucapnya sambil berlalu.

Kakaknya ini sangat ramah ternyata. Beda dengan adiknya yang acuh tak acuh. Bayangkan saja bagaimana kalau sifatnya ini ditukar. Sasuke peramah, dan Itachi yang dingin.
Ahhh Sasuke pasti tambah tampan~

“Ini. Sering-sering ke sini dong..Sakura..”
Aku terenyah. Itachi kembali membawa 2 gelas jus jeruk lantas duduk di sofa sebelahku.
“Iya.” Aku hanya tersenyum sambil menyesap jusnya.
Kutengadahkan kepalaku. Terdengar suara musik yang diputar dengan volume tinggi di lantai atas. Memang nadanya terdengar merdu, slow. Aku jadi sedikit menikmatinya “Siapa yang memutar musik ini, kak?” tanyaku sambil menggoyang-goyangkan kepala mengikuti irama.
“Oh, ini.. lagu kesukaannya Sasuke. Dia suka memutarnya dengan volume full ketika mandi.”
“Jadi, dia kalau mandi sambil joged-joged gitu?” aku sedikit menahan tawa. Membayangkan seorang Sasuke yang dingin itu bergoyang di dalam kamar mandi. Haha.
“Haha. Mungkin seperti itu. Aku tak tahu.” kami pun tertawa. Mungkin sama sama membayangkan itu beneran terjadi.

Aku edarkan lagi pandanganku. Lalu berhenti pada 4 tiket pesawat yang tergeletak di meja kecil. “Mau liburan, ya kak? Kemana?” tanyaku ingin tahu.
“Ohh.. kalau itu sih..”
“Aniki!! Aniki!!!”
Itachi tak sempat melanjutkan omongannya. Tersangkal oleh suara teriakkan yang berasal dari lantai atas.
Siapa yang berteriak itu? Suaranya sampai terdengar ke sini. Berlombaan dengan suara musik.
“Ada apa Sasuke?!!” Itachi berteriak. Sempat membuatku menutup telinga.
Oh, ternyata yang memanggil itu Sasuke. Ya iyalah ya.. kenapa aku belajar bodoh, sih? Kan Sasuke bilang tadi di rumah ini cuma ada mereka berdua. Kalau Itachi di sini ya berarti Sasuke lah yang manggil manggil.
“Handukku yang warna biru mana?!”
“Yang itu dicuci! Pakai saja punya kakak!”
“Cih! Tidak mau! Punyamu bau! Ada gambar beruangnya juga! Pokoknya gak mau!”
“Duh~ jangan manja, Sasuke! Sakura sudah menunggumu dari tadi! Cepat!”

Aku memicingkan mata. Berisik sekali ternyata di sini. Mana musik volume full, 2 adik kakak saling berteriak. Hadehh. Untung saja tidak ada yang memasak. Kalau ada, ahh pasti sudah jadi pasar deh rumah ini.
“Hehe. Maaf ya Sakura. Di sini emang selalu gini setiap pagi.” kata Itachi terkekeh.
“Iya tidak apa-apa.” aku tersenyum. Sambil sedikit mengusap-ngusap telinga kananku.

----

Kupandangi jam yang menempel di tembok rumah menunjukkan pukul 10.00 . Sasuke masih belum ada? Aku torehkan wajah ke belakang. Sosok lelaki tampan berambut raven chicken butt itu berjalan menuruni tangga. Ugh.. terlihat keren. Aku terpana melihatnya.
“Yo!” ajak Sasuke ketika sampai di lantai dasar. Aku bangkit. Pipiku blushing melihat paras tampan dirinya.
“Aku pergi, kak.” pamitku pada kak Itachi yang santai menikmati camilan.
“Ya. Bersenang-senanglah.” kata Itachi


----
--
-


“Ayo~ Sasuke, sini..” ajakku. Menarik tangan Sasuke.

Memasuki Game Center kedengarannya seru. Kuharap, Sasuke tak menolaknya. Sejak tadi aku sudah membayangkan ini. Bagaimana kalau aku dan Sasuke bermain pump pasti asyik. Atau main tembak-tembakkan itu. Atau sekalian main kuda-kudaan kayak anak kecil gitu. Haha. Sasuke mungkin gak akan mau lah.

“Ayo, Sasuke. Main ini. Ini seru, lho. Aku dan Ino sering battle.” kataku sambil memasukkan koin untuk memainkan pump
“Kau saja. Aku tidak bisa.” sanggah Sasuke.
Memang sejak aku menunjuk tempat ini kelihatannya Sasuke tidak suka. Namun mungkin dia memaksakan diri.
“Yaahh~ kalau tidak denganmu kan jadi tidak seru.” dengusku. Kuperlihatkan wajah murungku. Berusaha membujuknya agar dia mau bermain. “Ayolah, Sasuke. Sekali saja..” Aku memohon penuh

Dia palingkan wajahnya sekejap. Lantas kembali menatapku “Baiklah. Jika itu maumu.” kata Sasuke akhirnya.
Dia melepas alas kakinya. Mulai menaiki bench. Wajahnya terlihat pasrah sekali. Aku jadi optimis, pasti aku akan menang melawan Sasuke. Pasti kali ini aku akan menang. Setelah sekian banyak kekalahanku ketika battle dengan Ino, kali ini aku pasti menang.
“Oke. Bersiaplah untuk kalah, Pantat Ayam!” Ucapku optimis. Aku memilih-milih lagu untuk bermain.
Easy? Medium? Or hard?
Umm.. yang mana, ya? Yang easy saja aku sudah banyak kalah. Apalagi kalau yang medium. Kalau aku memilih easy, pasti Sasuke akan menang.

Baiklah.. aku pilih yang.. yang hard saja!! Ya! Agar lebih menantang!!
“Eh?! Sakura?! Kau gila, ya?! Kenapa milih yang hard?! Aku ini masih pemula!!” Sasuke jadi gelisah rupanya. Sepertinya ia malu kalau ia tidak bisa. Apalagi di sini ramai sekali.
Aku hanya balas menatap jahil.
“Haha. Biar saja! Wle!” aku menjulurkan lidah meledeknya. Padahal diriku sendiri juga tidak bisa yang hard.

Musik pun dimulai. Kami berpegang erat ke besi yang dibuat khusus sebagai pegangan. Letaknya berada di belakang kami.

Jrengg.. Jrengg...

“Kyaaa~ kenapa cepat sekali?!!!”
Aku sendiri kewalahan. Banyak sekali missed-nya. Gak ada yang perfect. Satu pun. Haduhh..
Kenapa pijakkannya selalu salah?! Ninjak panah ini, eh malah kalah cepat.

Aku lirik Sasuke. Dia pun sama kewalahan. Ekspresinya serius sekali. Kakinya bermain-main. Dan, sepertiku…pijakkannya selalu salah. Banyak yang missed.

“Stooooopp~” seseorang tiba-tiba teriak. Seorang gadis berumur sekitar 10 tahunan meminta kami berdua untuk berhenti. Ekspresinya terlihat sebal. Memangnya salah kami apa? Apa kami sudah merebut bagiannya?
Kami refleks berhenti bermain
“Bukan begitu cara mainnya. Harus bertahap. Kuasai dulu yang mode easy, lalu medium, nah sesudah itu baru yang hard.”

Aku jadi serasa lebih muda darinya. Diajari seperti ini. Apalagi orang-orang memusatkan perhatian pada kami.
Sasuke turun dari bench. Memakai kembali alas kakinya. Terlihat sebal. Mungkinkah aku yang membuatnya dipermalukan seperti ini?
Duh.. anak ini.. ibunya mana sih?
“Oh..Oh.. i-iya. Hehe. Aku mengerti. Kalau begitu, silakan main. Aku akan pergi.” aku tersenyum malu. Segera saja aku turun dan menarik tangan Sasuke keluar dari Game center yang mulai membosankan dan bikin malu ini.

“Fiuhh~ ya ampun, maaf ya Sasuke. Karena aku, kau jadi dipermalukan seperti tadi.” kataku merasa bersalah. Kami diam sebentar di situ.
Sasuke menatapku marah. Dia sepertinya ingin marah. Mulutnya terbuka mungkin hendak memarahiku. Aku sudah bersiap menerima amarahnya, menyipitkan mata. Tapi kemudian ia mengatupkannya. Meredam amarah. Dia tarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya “Baiklah. Tidak apa-apa. Ayo kita lanjutkan perjalanannya.”
Dia menggenggam tanganku. Satu tangannya dijejalkan ke dalam saku. Kami berjalan bersama. Aku mulai tersenyum. Sekarang dia bisa mengendalikan amarahnya. Ini membuatku tenang.

“Oh, iya. Aku lihat tadi ekspresimu lucu sekali. Kau terlalu serius memperhatikan panah-panahnya. Haha.” aku memecahkan suasana. Tertawa mengingat kembali wajah Sasuke tadi.
“Cih! Kau sendiri seperti maling yang takut ketahuan” ia tertawa kecil.
Selama dia tertawa, aku akan tersenyum. Selama dia senang, aku akan bahagia.
Aku suka melihatnya tertawa seperti ini. Untuk itu, ketika ada waktu senggang, pikiranku selalu melayang. Memikirkan bagaimana caranya membuat tawa Sasuke ini pecah. Lelucon apa yang bisa membuatnya tertawa lepas?
Andai saja aku pandai bergurau, aku pasti bisa setiap hari melihat tawanya ini.
“Sekarang, mau ke mana?” tanyanya. Membuatku terenyah.
“Umm.. karaoke, bagaimana?” tawarku.
Sasuke mengernyit. Kelihatannya dia tidak suka. “Ah, kalau kau tidak mau, tidak apa-apa” kataku. Aku sedikit kecewa sebenarnya kalau Sasuke menolak.

“Tidak. Kedengarannya juga seru. Aku mau, kok.” ucap Sasuke akhirnya. Membuat mataku berbinar-binar. Senang rasanya.
“Ahhaha~ Arigatou-na..”

Kulihat pipinya sedikit blushing. Tersenyum tipis. Mungkin dia senang melihatku bahagia.

----

Kami ber-karaoke bersama. Menyanyikan lagu kesukaan Sasuke. Yang sering diputar ketika mandi. Suaraku mungkin terdengar fals ketika nada tinggi, dan itu membuat tawa kami pecah seketika. Aku memang tak pandai bernyanyi. Tapi entah kenapa Sasuke begitu menikmatinya sampai beberapa kali lagu itu diputar ulang. Aku memaksanya untuk bernyanyi. Hanya sepatah lirik di bagian intro dinyanyikannya dengan merdu. Namun dia kembali memaksaku untuk meneruskan nyanyiannya.

Benar-benar menyenangkan. Ini kencan yang sangat istimewa. Baru kali ini dia mengikuti semua keinginanku.

“Apa kau merasa senang?” tanya Sasuke usai ber-karaoke. Kami berjalan bergandengan tangan. Mencari-cari tempat yang menyenangkan lagi.
“Aku sangaaat senang. Kapan-kapan kencannya seperti ini lagi, ya.. ini seru.” pintaku

Entah kenapa wajah Sasuke beralih menjadi sendu.
“Lelah, ya? Maaf, aku udah maksa kamu buat ngelakuin hal yang kamu gak suka..” kataku merasa bersalah.

“Tidak. Selama kau menikmatinya, aku akan menemanimu. Aku suka semua ini, kok.” ucapnya kembali tersenyum

“Jangan bohong. Sasuke. Aku tahu dirimu. Kau kan tidak suka tempat seperti ini.”

“Kau tidak percaya padaku?” pertanyaan Sasuke itu membuat hatiku luluh. Bukannya tak percaya. Tapi… ahh sudahlah.

“Aku percaya padamu… Sayaang~” Untuk pertama kalinya aku memanggil Sasuke dengan sebutan 'Sayang'. Membuat pipi kami berdua blushing. Aku mendekap erat lengan kekar Sasuke.

“Kau suka kencan yang seperti ini?” tanya Sasuke
Aku mengangguk mantap.
“Itu berarti, kau tidak suka kalau aku mengajakmu ke danau atau tempat-tempat yang menurutmu tidak menyenangkan sama sekali?”
Pertanyaannya barusan membuatku terperangah. Mengapa dia menanyakan itu? Dengan ekspresi datar seperti biasa?
“Eh? Bukan itu maksudku. Kemana pun kau mengajakku berpergian, aku selalu merasa senang.”
Sasuke menyunggingkan bibirnya.

“Baiklah. Sekarang, mau ke mana lagi?”
“Arena bermain anak-anak..! Kita naik ayunan! Cuss~” aku berjalan bersemangat menuju arena bermain yang terletak tak jauh dari sini. Tapi mungkin, Sasuke tidak mau.  Tangannya mendadak seperti batu kala aku berusaha menariknya
“Jangan ke sana.” kata Sasuke dengan alis mengernyit.
Aku cengo sebentar. “Baiklah~ kita ke bioskop!” ajakku bersemangat.
Kali ini, Sasuke tersenyum. Mengikuti ajakkanku.

----
---

Menonton film horror bukanlah pilihan. Sudah terlalu mainstream bagi pasangan-pasangan yang ingin mencuri kesempatan dalam kesempitan. Kami lebih memilih menonton kartun yang bisa membuat kami tertawa, apalagi diselingi oleh adegan romantisnya. Ini menyenangkan. Kami tertawa, tangan kami saling bertautan. Seakan tak ingin lepas. Dan, karena pop corn yang dibeli kami tak sengaja jatuh saat kami tertawa terbahak-bahak, kami pun mengganti camilannya dengan buah cherry. Aku sengaja membawa cherry dari rumah.

Setelah film-nya selesai, Kami berkeliling lagi. Mencicip-cicipi jajanan, memilih-milih aksesoris. Sampai tanpa sepengetahuanku, dia membelikanku sebuah bandana pink. Aku menyukainya. Saat kucoba pakai di atas kepalaku, menggantikan bandana merahku, ternyata aku terlihat lebih cantik dengan bandana pink yang ini. Asal ngaca di kaca mobil  yang terparkir, akibatnya aku dimarahi oleh pemiliknya yang ternyata berada dalam mobil. Aku terbelalak, aku tarik saja Sasuke dan pergi jauh-jauh dari mobil ini.

Sampai akhirnya kami beristirahat di sebuah bangku taman. Dengan hamparan rumput hijau yang menghias. Dan senja yang muncul menemani kami. Ternyata ini sudah sore. Bersama Sasuke, waktu terasa cepat. Tidak seperti weekend yang biasanya. Berdiam diri di rumah sehari rasanya sudah seperti satu tahun.

“Aku suka bandana ini. Arigatou, Sasuke-kun..” ucapku sambil mendekap lengan Sasuke. Menyenderkan kepalaku ke bahunya.
“Hn.”
Berdua… di bawah langit senja… sangatlah menyenangkan.
Musim gugur ini terasa cepat sekali datangnya. Padahal baru kemarin musim semi dan musim panas.
Musim semi yang penuh dengan perjuangan. Musim panas penuh dengan rasa cinta. Dan musim gugur sekarang yang penuh dengan kebahagiaan. Ya.. kebahagiaan yang belum pernah aku dapatkan di musim gugur sebelumnya.
Padahal musim gugur itu aku selalu saja merasa sedih. Waktu itu juga aku pernah menangis gara-gara Sasuke tidak mau sekelompok denganku. Tepat di awal musim gugur. Entah kenapa selalu saja diawali dengan tangisan. Itu mengapa saat itu aku benci musim gugur.

Tapi sekarang… telah berbeda. Dia membuatku menyukai musim gugur setelah musim semi. Ya… aku suka…

“Oh, iya. Ini aku ada sesuatu buat kamu.” aku tersadar. Mulai meronggoh saku baju blusan-ku. Mengeluarkan 2 buah sarung tangan berwarna biru. “Khusus untuk Sasuke tersayang…”

Sasuke tersenyum. Ia mengambil sarung tangannya lantas mencobanya. Tapi saat ia lihat di bagian telapak tangannya ada gambar boneka beruang. Sasuke mengernyit. Aku malah terkejut. Baru tahu ternyata ada gambar beruangnya. Huft~ bagaimana ini?
“K-kenapa ada gambar beruang?” Sasuke tampak tak suka.

Aku menggigit bibir bawahku “Eeh.. aku juga tidak tahu. Kamu sih tadi tiba-tiba datang. Jadi aku ambil asal aja. Asal warna biru. Kalau kamunya tahu kan jadi gak surprise. Maaf ya..” aku merasa bersalah.
Ia akhirnya tersenyum. Menggosok-gosok kedua tangannya “Tapi ini hangat. Aku suka. ” katanya.
Aku sedikit lega kalau dia memang menyukainya. “Arigatou~” ucapku
“Hh? Memangnya kau kira siapa yang harusnya berterima kasih? Hn?”
Eh.. hehe.. aku terperangah jadinya. Hanya terkekeh. “Oh iya ya.. hehe. Lupa.”
“Arigatou”
Aku balas tersenyum.

Tapi… kenapa udaranya jadi terasa dingin seperti ini? Aku lupa tidak membawa jaket. Bajuku pun tak berlengan. Terpaksa aku memeluk diriku sendiri. Sekaligus kode untuk Sasuke, agar Sasuke memberikan jaketnya seperti dalam drama-drama TV.

Sasuke akhirnya mengerti. Ia melepas jaket birunya. Menenggerkannya ke tubuhku. Hmmhh ini romantis. Sekali. Ia lantas merangkulku dengan erat.
Deg deg deg…
“Aku tak sabar… menanti musim dingin tahun ini bersamamu.”ucapku.
Sasuke tak bergeming.
Ini…
Benar-benar…
Musim gugur dan senja yang…
Istimewa…

-----
----

Waktu berlalu begitu saja. Sudah waktunya untuk pulang. Hari sudah mulai malam. Ibuku pasti sudah khawatir.

“Terima kasih untuk hari ini. Sasuke.” kataku ketika Sasuke mengantarku sampai gapura. Rasanya berat untuk melangkah menjauhi Sasuke. Aku masih ingin bersamanya.
“Hn. Maaf aku sering membuatmu kesal.”
Baru kali ini aku mendengar kata maaf darinya.
“Ahhaha~ tidak usah minta maaf. Justru lebih sering membuatku kesal, lebih menyenangkan lagi hubungan ini. Jadi tidak monoton. Aku suka.” kataku tersenyum simpul

Sasuke ikut tersenyum.
“Ah! Iya.. ini jaketmu..” aku baru ingat kalau jaket Sasuke masih melekat di tubuhku. Aku hendak membuka resletingnya
“Tidak. Untukmu saja. Agar di musim dingin nanti, kau tidak kedinginan.” cegahnya. Dia meresletingkan kembali jaket yang baru setengah kubuka barusan.
“Hmmh. Aku pulang, ya. Sasuke. Oyasumi-ne…” pamitku.
“Oyasumi, Sakura-chan.” dia mencium sekilas pipiku. Aku tersenyum melambaikan tangan. Memaksakan kaki ini untuk berbalik dan pulang. Kenapa hatiku terasa berat sekali untuk melangkah pergi?
Aku menoleh lagi ke belakang. Sasuke masih di situ.
Entah kenapa aku... aku...
Aku ingin memeluknya!!!

Aku berlari lalu menyambar Sasuke. Menenggelamkan diriku ke dalam pelukannya. Dan entah karena apa air mataku mengalir, dan mulai terisak di sana. Sasuke balas memelukku. “Kenapa?” tanya Sasuke.
“Aku tidak ingin pergi darimu. Aku… Aku… entah kenapa aku merasa kau akan pergi jauh dariku. AKu tak ingin itu terjadi. Aku ingin terus bersamamu. Selamanya.” aku merasakan hal yang aneh. AKu tak mau melepas dirinya.
“Hey. Tenanglah. Aku masih di sini. Di sini untukmu. Jangan nangis. Kumohon. Aku tidak mau melihat air matamu ini.” dia sedikit menghapus air mataku. Aku masih terisak di dalam pelukannya.
“Aku takut kau pergi jauh. Aku merasakan hal yang aneh. Entah kenapa.”
“Sstt.. sudah. Cepatlah pulang. Ibumu mungkin sudah khawatir, sekarang. Berhentilah menangis, Sakura. Musim gugur ini ingin melihatmu tersenyum.” ia melepaskan pelukannya dengan lembut. Menghapus air mataku dengan jempolnya.
Aku tersenyum tipis. Meski sebenarnya air mata ini tak tertahankan.
“Besok, kau akan sekolah, kan? Kumohon. Kau harus sekolah. Aku selalu menunggumu. Kehadiranmu menyemangatkanku.”

Dia menyibakkan poni yang menghalangi mataku. Menyentuh keningku dengan 2 jarinya. “Selama kau menikmatinya, aku akan menemanimu. Sekarang, pulanglah. Aku akan selalu mencintaimu… Sakura-chan”

Kenapa aku…
Aku begitu takut kehilanganmu?
Aku takut kau pergi.
Mungkin aku…
Terlalu menyayangimu…
Sasuke-kun…

-----
----

Hari senin adalah…
Musuh para pelajar. Dimana mereka harus mengikuti upacara setelah sebelumnya bersenang-senang di akhir pekan yang singkat.
Tepat jam 07.00 bel berbunyi. Untunglah hari ini tidak ada jadwal upacara. Jadi kami hanya duduk manis di bangku masing-masing menunggu guru datang.
Tidak. Aku sendiri bukan menunggu guru. Tapi, aku menunggu seseorang yang sering duduk di bangku kedua di belakang. Pemuda raven chicken butt itu belum terlihat batang hidungnya. Kemana dia? Gelisah rasanya. Jangan sampai dia tidak masuk.
“Hey!!” aku terkejut bukan main. Ino mengagetkanku. Ino baru datang ternyata.
“Sasuke mana?” aku langsung bertanya seperti itu.
“Kata Naruto sih Sasuke gak akan masuk. Izin.”
“Kau menanyakan Sasuke lewat Naruto?”
“Naruto sendiri yang bilang padaku. Tenang saja, Saku, tidak usah cemburu. Kau sudah lupa ya? Kalau aku itu sekretaris di sini?”
Aku baru ingat. Ino itu kan sekretaris. Kenapa aku harus cemburu padanya?

I jam…
2 jam…
3 jam…
Terus kupandangi bangku kosong itu. Ada yang kurang. Bodohnya aku terus berharap dia datang. Mungkin dia ketiduran atau apa gitu.. Sudah jam 10.00 ini sudah tidak mungkin lagi Sasuke datang.

Bel istirahat membebaskan kami dari pelajaran yang monoton. Aku berjalan keluar kelas. Entah mau kemana. Arahku tak jelas. Pikiranku melayang.

Dari jauh, terlihat samar di koridor seorang wanita berambut raven lurus. Warna rambut yang sama dengan Sasuke. Aku sedikit mengingatnya. Mungkinkah itu… itu bibi Mikoto?! Ibunya Sasuke. Aku berlari kecil menujunya. Takut bibi Mikoto keburu pulang. Dia sudah mulai melangkah. Cepat-cepat aku memanggilnya “Bibi Mikotoo~!”

Dia menoleh. Tersenyum. “Ehh.. Sakura? Kemana saja kau? Sudah lama bibi tidak melihatmu. Kau tambah cantik, ya sekarang.” ucap Mikoto membingkai pipiku dengan satu tangannya. Aku tersenyum.
“Bibi sedang apa di sini? Mengapa Sasuke tidak masuk sekolah?” tanyaku to the point.
“Ah.. apa Naruto tidak menyampaikannya kalau Sasuke izin tidak sekolah?” Bibi Mikoto mengernyit
“Err.. Naruto menyampaikannya. Tapi… tapi… aku mau tahu…”
Mikoto tersenyum “Sasuke membantu ayahnya berkemas. Jadi, tidak sekolah. Itachi juga begitu.”
Berkemas? Memangnya mau kemana keluarga Uchiha ini? “O-oh.. lalu, Bibi sedang apa di sini?” tanyaku. Pandanganku fokus pada map-map yang dibawa oleh Bibi.
“Ohh… ini… Bibi sudah mengurus kepindahan Sasuke.”

Deg!

Pindah?
“M-maksud Bibi?” aku jadi resah. Berharap ini hanya iming-iming.
“Begini… ayah Sasuke, Fugaku… meminta kami sekeluarga pindah ke New York. Karena Fugaku akan bekerja di sana. Dan karena tidak bisa jauh dari kami. Untuk itu, kami akan pergi.”

Pindah?
Ke New York?
Secepat ini?
Kenapa Sasuke tidak bicara padaku?

Air mata mulai membendung “B-berapa lama?” tanyaku gemetar
“Entahlah. Bibi tidak tahu. Selama Fugaku bekerja di sana.”

Aku diam. Menunduk. Pasti akan lama. Kenapa harus pindah segala?
“Umm… sebenarnya ini sudah dibicarakan jauh-jauh hari. Tapi Sasuke selalu menolak. Dan sekarang sudah tidak ada waktu lagi. Kalau begitu, Bibi pamit ya..”
Ia hendak pergi. Namun aku mencegahnya “tunggu!”
Ia kembali menoleh
“Umm… kapan dan jam berapa berangkatnya?”
“Besok. Jam 06.00”

Aku mengangguk pelan. Besok... akan kusempatkan untuk menemui Sasuke. Rasanya nihil kalau aku mengharapkan sebuah keajaiban datang. Toh, ibu Sasuke sudah mengurus surat kepindahan sekolah.

SASUKE~!!
Bukankah sudah kubilang aku tak sanggup jauh darimu?… lalu kenapa kau pergi sejauh itu dariku?!! Kau kira New York itu dekat?!!

Hik…Hik…Hik…

Air mata ini mengalir dengan deras. Sekarang, siapa yang akan menghapus air mataku ini? Siapa yang akan menghiburku?
SASUKE~!!
Aku tak rela kau harus pergi sejauh itu!!!

------
----
--

Selesai kubuat surat izin untuk ke sekolah. Hari ini ayah dan ibu pergi. Kak Sasori pun menginap di rumah Kak Kisame. Aku ingin menemui Sasuke sekarang. Sudah jam 05.00 . Aku harus bersiap berangkat.
Dengan baju blusan merah maroon dan bandana pink. Kurasa ini sudah cukup. Aku tak punya waktu lama. Aku harus menitipkan surat ini kepada Hinata. Dia yang rumahnya paling dekat denganku. Setelah itu, aku harus cepat-cepat ke Bandara.



Tunggu aku…
Sasuke…
Aku akan segera menemuimu…
Aku mencintaimu. Aku tidak rela kau pergi begitu saja.

Sampai di bandara, aku mengedarkan pandangan. Mencari-cari sosok lelaki berambut raven itu. Di tengah lalu-lalangnya orang-orang.
Itu.. itu dia.. fiuhh~ syukurlah aku belum terlambat. Dia sendiri tampak duduk menunggu. Sambil memainkan gadgetnya. Aku berlari kecil menghampirinya.

“Sasuke?!” panggilku. Dia menoleh. Mengerlingkan pandangannya dari gadget. Dia tampak terkejut melihat kehadiranku yang tiba-tiba
“S-Sakura?” ia mengernyit.
Aku duduk di hadapannya. Menangis sambil tersenyum. Dia masih kebingungan rupanya.
“Hiks…Hiks… kenapa? Kenapa, Sasuke?! Kau bilang kau tidak akan pergi? Lalu… lalu kenapa sekarang kau… hiks… hiks…” aku terisak. Aku mencengkeram celana jeans-nya.
“Kenapa kau tiba-tiba datang ke sini?”
Aku terperangah “jadi, kau tidak suka kalau aku menyusulmu ke sini? Memangnya kau pikir aku akan diam saja ketika aku tahu kau akan ke New York?”

Sejenak kami terdiam.

“Jangan menangis.” kata Sasuke sambil menghapus air mataku dengan jempolnya “ini sebabnya aku tak memberitahumu. Aku tidak tahan melihatmu menangis seperti ini. Sebenarnya saat kita jalan-jalan aku ingin pamitan. Tapi aku sudah tahu, kau pasti akan menangis. Dan aku tidak mau merusak kebahagiaanmu.”

“Hiks… hiks… kenapa kau pergi? Kumohon jangan pergi. Aku sudah memohon kan waktu itu. ”  “Jadi ini… ini yang membuatku tiba-tiba menangis waktu itu karena tak bisa jauh darimu. Aku merasakan hal aneh waktu itu.”

Dia beralih duduk di sampingku. Mendekapku. Membiarkan aku terisak dalam pelukannya.

Aku kemudian menegakkan badan. Menatap Sasuke lekat-lekat “Kau benar-benar ingin pergi?” tanyaku
“Hn.”
“Tanpa memikirkanku?”
“Sebenarnya aku tak ingin membuatmu menangis seperti ini. Tapi ayah dan ibu mendesakku.”
Aku menghela nafas kecewa.

“Yo! Sasuke! Aku akan menunggumu di sana!” seseorang berambut raven berkucir memanggil Sasuke sambil menggiring sebuah koper besar. Kami menggulirkan sesaat pada Itachi yang tampak sudah siap itu. Itachi tersenyum lalu pergi.
Kami berdiri.
 kembali saling menatap
“Aku harus pergi, Sakura…” Sasuke tampak berat meninggalkanku.
Aku tak bisa terus menahannya. Kini aku harus membiarkannya pergi. “Tapi… berjanjilah padaku bahwa kau akan kembali lagi… untukku. Aku akan menunggumu” ucapku
“Aku tidak tahu kapan kami akan kembali ke sini. Tapi… jika kau menemukan lelaki yang lebih baik dariku, lupakan saja aku. Lupakan saja hubungan kita. Lupakan kenangan kita.”
Aku menggeleng cepat. Bagaimana aku bisa melupakan dia yang telah aku perjuangkan? “Tidak. AKu akan menunggumu.”

Dia memelukku. Untuk yang terakhir kalinya… entahlah…
Pelukannya begitu erat

“Kalau kau begitu mencintaiku…,tak merelakan aku pergi…, aku akan cepat kembali. Sebisa mungkin. Aku akan merindukanmu.” katanya.
Dia melepas pelukannya lembut. Mengecup keningku sekilas.
Air mataku mengalir dengan deras.
“Aku mohon. Lepaslah aku dengan senyumanmu. Bukan dengan tangisan…”
Aku tersenyum paksa dalam tangisan. Bagaimana bisa aku menahan air mata ini? Siapa yang tahan kalau orang yang dicintanya akan pergi sejauh itu?
Aku berjingjit meraih pipinya lalu menciumnya sekilas. Dia tersenyum.
“Aku pergi…”pamitnya. Sekilas aku melihat air mata yang terbendung. Dia menahannya agar tidak tumpah, mungkin.

Dia perlahan mulai pergi. Aku hanya melihat punggungnya yang mulai menjauh. Rasa sesak di dada. Ingin menangis. Ingin menangis. Aku merenggut jantungku. Ah, dia menoleh sebentar. Aku lambaikan tanganku. Dan dia kembali berjalan. Sungguh berat. Mungkinkah dia juga merasa berat meninggalkanku?

Aku kejar dia. Aku melambaikan tangan lagi kala keluarga Uchiha itu mulai memasuki pesawat.

Ini pertemuan terakhir…
Sasuke…
Aku akan merindukanmu…
Aku sangat mencintaimu…
Aku tak merelakan kau pergi…
Karena itu……
Cepatlah kembali, SASUKEEE~!

Pada akhirnya aku akan selalu membenci musim gugur ini sekaligus mengenang kebersamaan kami waktu itu.
Nyatanya tak ada yang lebih indah dibanding musim semi yang penuh dengan bunga bermekaran. Setelah musim semi dan musim panas berlalu, jadi sering hujan.

Kupikir, musim gugur kali ini akan indah bersama Sasuke. Kenangan yang kami buat ternyata itu adalah sebuah perpisahan. Musim dingin yang aku idam-idamkan bisa kulewati bersama Sasuke… nyatanya itu hanya khayalan. Sekarang, Sasuke pergi… siapa yang menemaniku? Siapa yang akan membuatku kesal lagi? Siapa yang akan menghapus air mataku?

Kapan aku bisa melihat tawamu lagi? Kapan aku bisa menggenggam tanganmu lagi? Kapan aku akan memanggilmu dengan sebutan 'Pantat Ayam' lagi?
Aku akan merindukan saat-saat itu…
Sasuke……


   Berhentilah menangis... Sakura. Musim gugur ini ingin melihatmu tersenyum...



        -------END--------

Selasa, 01 Desember 2015

contoh naskah drama 7 orang

5 Kalung untuk sahabat
Gita. Seorang gadis pendiam dan pemalu yang sangat baik. Bahkan keempat sahabatnya pun sangat menyukainya. Selalu membantu disaat kesulitan, dan bersuka cita saat bahagia. Apalagi mengetahui Gita mengidap penyakit yang membahayakan. Kanker otak. Itu membuat sahabat-sahabatnya lebih memperhatikan Gita. Tapi suatu hari, Gita yang malang ini terkena fitnah besar.
Via : “Hik..hik..hik” (menangis tersedu-sedu di bangku)
Gita,Sani,Putri,dan Dina datang menghampiri
Sani : “Via? Kamu kenapa?” (duduk di sisi Via)
Putri : “kenapa? Ada masalah lagi sama si Rio itu?” (ikut duduk di sisi Via)
Via : (mengangguk) “Gue benci sama lo,Gita!”
Gita : (tercengang) “hah? Aku?” (kebingungan)
Via : “Iya,elo! Gue benci! Lo yang hancurin hubungan gue sama Rio,kan?!”
Sani : “Apa? Gita ngancurin hubungan Via?”
Gita : “Nggak. Aku gak ngelakuin apapun..”
Via : “Bohong!!” (mengeluarkan beberapa kertas yang berisi surat dari tasnya lalu melemparkan semua kertas itu ke wajah Gita)
Gita : (membawa satu lembar dari beberapa kertas itu. Lalu membacanya)
Jelas di kertas itu tertulis nama pengirimnya Gita dan tertuju untuk Rio. Juga tanda tangan Gita di bawahnya. Tak hanya itu,Rio pun membalasnya dengan kata-kata manis.
Via : “Itu buktinya! Sekarang,lo mau jelasin apalagi,heh?!” (sambil membentak)
Gita : (tercengang) “Aku gak pernah ngirim surat kayak gini,Vi. Sumpah..”
Via : “halah! Bohong lo! Rio jadi mutusin gue hanya karena lo! Dasar! Gue gak nyangka ternyata lo itu nikung gue!”
Sani,Putri : (menatap sinis Gita)
Via : “Gue gak mau denger penjelasan lo! Buktinya disitu ada tanda tangan lo!”
Gita : (menunduk)
Via : “keluar lo dari sini! Gue gak sudi nganggap lo sahabat lagi! Pergi lo!”
Gita : “tapi…”
Via : “KELUAR!!!” (sambil berdiri menunjuk pintu kelas yang terbuka lebar)
Gita : (berjalan keluar kelas dengan wajah sendu)
Rian : (berdiri di dekat pintu sambil menertawakan Gita pelan. Tampak senang)
Gita : (menunduk sambil menangis)

Di koridor sekolah, Gita berpapasan dengan Rio
Rio : “Gita? Mau kemana?”
Gita : (menggeleng pelan)
Rio : “kalau mau ke perpus, aku ikut. Gimana?”
Gita : (menggeleng lalu pergi)
Rio : (berteriak) “Gita!! Aku belum selesai bicara!” (memegang tangan Gita) “ada apa? kok nangis gitu?”
Gita : (tak menjawab. Melepaskan tangan Rio lalu pergi)

Gita pergi ke kamar mandi setelah menyadari hidungnya mengeluarkan darah. Mimisan. Ia terus membersihkan darahnya di wastafel.
Gita : “kenapa Rian bisa sejahat ini? Aku kan gak suka sama Rio..”
Dina : (tiba-tiba masuk menghampiri Gita) “Gita?”
Gita : (menoleh) “Dina?”
Dina : “mimisan lagi,ya? Nih.. aku bawa tissue” (memberikan tissue)
Gita : (tersenyum) “makasih..”
Dina : “umm..Gita..aku gak percaya deh,kalau kamu yang ngehancurin hubungan Via sama Rio..”
Gita : (menggendikkan bahu sambil menghapus jejak darah di sekitar hidungnya) “maaf,ya.. aku emang gak ngelakuin semua ini. Tapi…udahlah.. biarin aja..”
Dina : “eh? Gak bisa gitu donk. Ini kan salah paham. Biar aku yang jelasin ke Via,ya..”
Gita : “gak perlu,Din. Percuma..” (sambil memegang kepalanya. Tampak merasa pusing)
Dina : “kamu gak apa-apa kan?!” (Dina cemas)
Gita : (mengangguk)
Gita : (tubuhnya lunglai. Ia tiba-tiba pingsan)
Dina : “ya ampun!! Gita?!!” (membopong tubuh Gita lalu membawanya ke UKS)

Sampai di UKS, Gita berbaring di ranjang. Mulai siuman. Ia melihat Rio yang sudah berdiri di sampingnya
Rio : “Gita!! Kamu gak apa-apa kan?!” (Rio cemas)
Gita : (menggeleng)
Rio : (menghela nafas lega) “syukurlah..”
Sani,Putri,Via,Dina : (tiba-tiba masuk)
Rio : (menoleh ke Sani,Putri,Via,dan Dina)
Via : “ohh..lagi berduaan ya? Maaf ganggu!” (mendelik tajam lantas pergi begitu aja)
Sani : “eeh?! Via?! Mau kemana?! Kita baru datang,kan?!” (ngejar Via)
Putri : (ikut-ikutan ngejar Via)
Gita : “sana pergi! Rio!!” (membuang muka)
Rio : “eeh? Aku diusir?” (heran)
Gita : (mengangguk)
Rio : (menoleh sebentar ke Dina yang masih berdiri di ambang pintu)
Dina : “pergi aja.., sana kejar si Via!”
Rio : (memandang sekilas Gita lalu pergi)
Dina : “Git? Kamu gak apa-apa kan?”
Gita : “aku lagi pengen sendiri,Din. Jadi,tolong keluar dulu..”
Dina : “tapi..”
Gita : “aku lagi pengen sendiRian!”
Dina : (murung. Lantas pergi)
Tiba-tiba Rian datang. Hanya diam di ambang pintu
Rian : “haha.. apa gue udah cukup buat elo menderita? Ahh..gue rasa masih kurang.. oke..gue bakal bikin lo jadian ama Rio.. biar suasananya makin panas! Biar lo dibenci sahabat lo sendiri!”
Gita : (hanya diam menatap Rian sinis)
Rian : “karena waktu itu lo pernah bikin gue malu di depan orang-orang, gue mau balas dendam ama lo! Lo harus bayar atas perbuatan lo waktu itu! PUAS LO!!” (menyeringai lalu pergi)
….

Hari-hari berlalu beGitu saja. Gita semakin dijauhi oleh teman-temannya, kecuali Dina. Dengan beban pikiran seberat ini, membuat kesehatannya semakin menurun. Apalagi dirinya tak punya biaya untuk melakukan kemotheraphy. Sudah satu minggu ia terus berbaring di rumahnya. Tubuhnya terasa lemas sekali. Dina memutuskan untuk menjenguk Gita. Namun terdahului oleh Rio. Rio sengaja bolos sekolah demi menjenguk Gita.
Rio : “gimana sama keaadaan kamu? Ada yang sakit?” (dengan nada cemas sambil duduk di sisi Gita)
Gita : (membuang muka)
Rio : “hei…kenapa kamu jadi cuek kayak gini?”
Gita : (menggeleng)
Rio : “Git… aku sama Via putusnya baik-baik,kok..bukan karena apa-apa. Cuma ini kan masalah hati.. aku kan gak bisa maksain hati buat cinta ke Via..”
Gita : “gak perlu ngomong kayak Gitu! Lagian aku gak punya perasaan ke kamu!”
Rio : “ta-tapi.. aku sayang sama kamu,Git..” (memegang tangan Gita namun segera ditepis)
Gita : “sama kayak kamu, aku juga gak bisa maksain hati..”
Krekk.. tiba-tiba Dina datang
Rio,Gita : (menoleh ke Dina)
Gita : “keluar dulu! Aku mau bicara sama Dina..”
Rio : (pasrah dan akhirnya keluar dari kamar Gita)
Dina : “Git..” (menghampiri Gita)
Gita : “ya?”
Dina : “umm..ini ada sedikit uang dari aku,Rio,dan sumbangan dari teman yang lain..buat biaya kemotheraphy..” (sambil memperlihatkan uang yang berjumlah 10.000.000)
Gita : (tercengang. Ia mengucek-ngucek matanya karena objek yang dilihat menjadi ada 2 bayangan) “a-apa?! tidak usah lah.. lagian kenapa juga harus minta sumbangan segala? Ngerepotin banget tahu”
Dina : “ihh… ini kan buat kamu.. cepet terima..”
Ucapan Dina terdengar samar di telinga Gita
Gita : “umm.. gak usah deh..”
Dina : “aku udah baik sama kamu..kok gak diterima sih?”
Gita : “a-apa? kamu bilang apa barusan?”
Dina : “aku udah baik sama kamu..kok gak diterima?”
Gita : “bukannya gak nerima,tapi..”
Dina : “tapi apa?”
Gita : (mengucek-ngucek kembali matanya. Penglihatannya semakin tidak jelas) “kok mata aku gini,ya?” (tiba-tiba penglihatannya tak berfungsi lagi. Semuanya jadi terlihat gelap di mata Gita) “loh,kok.. gelap ya? Din.. plis Din… jangan main iseng..”
Dina : “apa? lampunya masih nyala,kok…gak ada yang iseng.. atau jangan-jangan kamu….!!”
Gita : “kenapa Din?!” (mulai panik)
Dina : “buta?”(dengan suara lirih)
Gita : “apa? kamu ngomong apa barusan?” (Gita meminta pengulangan)
Dina : “buta?”(dengan suara normal)
Gita : (mulai menangis kemudian memeluk Dina) “Dina…..” (sambil terisak)
Dina : “ssstttt… ini.. uangnya aku simpan di sini ya… nanti kamu berobat,ya..” (menyimpan uangnya di meja)
Gita : “tapi..kamu bisa gak anter aku ke taman belakang rumah? Aku lagi pengen ke sana..” (pinta Gita sambil melepaskan pelukannya)
Dina : (mengangguk)

Di taman belakang rumah, Gita dan Dina duduk di bangku taman. Ditemani rimbunnya pepohonan.
Gita : “Din,aku punya sesuatu buat kita berlima..”
Dina : “apa?”
Gita : (meronggoh saku jaketnya. Mengeluarkan 5 kalung berliontin bintang hitam) “buat kita berlima”
Dina : (terkesima) “wahh..bagus… kamu yang beli?”
Gita : (mengangguk) “sayang banget.. aku gak bisa lihat kalung ini lagi..” (mulai meneteskan air mata)
Dina : (ikut menangis) “sini,aku pakein…” (mengambil satu kalungnya lalu memakaikannya di leher Gita)
Gita : (meraba-raba liontinnya) “kayaknya keren,ya..”
Dina : (memakai satu kalung di lehernya sendiri) “makasih,ya..”
Gita : (tersenyum) “kamu aja ya yang kasihin 3 kalung sisanya ini ke Sani,Putri,sama Via..”(memberikan ke-3 kalungnya ke Dina)
Dina : (mengangguk)
Gita : “Din, aku ngantuk” (sambil menguap)
Dina : “kalau Gitu,kita ke kamar lagi,ya..”
Gita : “gak mau..”
Dina : “kalau Gitu,sini..” (menyenderkan kepala Gita ke bahunya)
Gita : (memejamkan matanya) “aku minta maaf ya.. kalau aku sudah menyusahkan kalian..”
Dina : “iya..aku juga..” (memeluk Gita)
Gita : “aku gak bisa tidur kalau gak ada lagu pengantar tidur”
Dina : “hmm? Nina bobo?”
Gita : “yang lain..”
Dina “oke…” (menyenandungkan sebuah lagu)
Dina : “Git,tadi, di sekolah, Sani,Putri,sama Via sudah tahu siapa sebenarnya dalang dari semua ini..ternyata pelakunya Rian. Mereka taDinya mau ke sini bareng,tapi..katanya ngerjain dulu tugas. Dan Rian ditangani sama BP. Jadi,sekarang kamu gak perlu khawatir. Yang lain bakalan datang ke sini..”
Gita : (diam. Tak bergeming)
Dina : (terus menahan tubuh Gita yang perlahan terasa berat) “udah tidur?” (Dina melepaskan pelukannya) “Git?” (menggoyang-goyangkan tubuh Gita namun Gita tak bangun-bangun) “Gita?!!” (mulai panik. Ia menepuk-nepuk pipi Gita namun tetap tak bangun. Biasanya orang yang tidur tak begini. Wajah yang membiru. Dan terasa kaku) “Gita…!!!!!!!” (teriak histeris mengetahui jantung Gita sudah tak berdetak lagi) ternyata diamnya gita tadi artinya ia menghembuskan nafas terakhir..


-oOo-

Story by me !
semoga bermanfaat, gaiss:)

Sabtu, 07 November 2015

SasuSaku Fanfic : Gomen..Aishiteru

Gomen. . Aishiteru
DISCLAIMER : Naruto©Mashashi Kishimoto
Rated : T

-oOo-“Mana Sakura?”pertanyaan yang terlontar di mulut sasuke itu membuat sontak itachi dan mikoto. kenapa sakura yang ditanyakan oleh sasuke?bukankah sakura yang telah membuatnya seperti ini?begitu pikir mereka berdua.
..
“aku tidak tahu. . hik-hik. . aku benar-benar tidak tahu itu. handphone-ku juga tak bisa dinyalakan. aku merasa bersalah atas itu. harusnya aku menghubungimu. bukan naik taxi seenaknnya”jelas sakura.
-oOo-


Manusia akan selalu mengejar yang namanya ‘kebahagiaan’ .  bagaimanapun caranya. meski banyak rintangan yang harus dihadapi untuk mendapatkan itu.
Mereka saling mencintai. hubungan yang sudah dijalin selama 2 tahun ini berjalan dengan sendirinya. memang,yang mengawali semua ini bukanlah lelakinya,melainkan gadis musim semi sendirilah yang mengawalinya. terdengar langka mungkin peristiwa seperti ini. perempuan menembak lelaki?bukankah harusnya lelaki yang menembak perempuan? Namun,ini memang urusan hati. sudah tak tahan untuk dipendam lagi. awalnya memang lelaki bernama sasuke itu tak menerima sakura. tapi sakura tetap saja bersikukuh ingin berhubungan dengan sasuke. dan,awalnya juga sasuke terpaksa menerimanya. namun ternyata semuanya tak sesuai dengan yang sasuke duga,bersama sakura membuatnya merasa sangat nyaman. ia kira sakura adalah pengganggu yang cerewet dan mungkin tak pernah mengerti dirinya. tapi te rnyata tidak,sifat sakura bertolak belakang dengan apa yang dipikirkan sasuke.
Siapa sangka,dibalik tubuh kekar dan wajah yang tampan itu,sasuke menyimpan sebuah hal. yang hanya diketahui oleh sakura seorang dan keluarganya. suatu penyakit yang berhubungan dengan jantung. mengetahui hal itu membuat sakura lebih memperhatikannya. apalagi,penyakitnya sering kambuh tiba-tiba. sakura tahu,kalau penyakit sasuke kambuh pasti sasuke selalu pergi ke toilet. tak ingin teman-temannya tahu.
“Arrghh!sakura!Arrgh!sakit. . ”rintih sasuke sambil merenggut dada dimana jantungnya terletak. tangan satunya lagi menggenggam erat tangan sakura. berdua dalam toilet sepi. hanya terdengar rintihan sasuke. membuat sakura semakin khawatir,air mata pun menetes tak sanggup melihat penderitaan yang dialami sasuke. ditambah lagi persediaan obatnya habis.
“ini,minumlah sasuke-kun. . ”sakura menyerahkan sebotol air mineral berharap sasuke bisa lebih tenang. sasuke meneguknya.
Selang beberapa menit mungkin,rintihan sasuke mulai meredup. bersamaan dengan kecemasan sakura.  “apa kau merasa lebih baik?”Tanya sakura
“ya. . ”nafasnya masih tersenggal-senggal. ia kemudian menaruh kepalanya di bahu kecil sakura “arigatou[1]. . ”ucap sasuke
Sakura tersenyum samar. menghela nafas lega sambil melingkarkan tangannya ke tubuh sasuke seraya mengelus punggung sasuke. ia kemudian memegang kedua bahu sasuke lantas menegakkan tubuh sasuke. ia membingkai wajah sasuke dengan kedua tangannya. tampak kelelahan di wajah sasuke.  “kalau kau tidak kuat,lebih baik kau pulang saja. . ”saran sakura. sedikit ia menyingkirkan helaian rambut raven yang sedikit menghalangi wajah sasuke
“tidak . . sebentar lagi kuliahnya juga beres. . ”sanggahnya sudah sedikit membaik dan bernafas normal
“baiklah. . aku percaya kamu masih kuat. . kalau begitu,ayo. . ”sakura menarik tangan sasuke mengajaknya kembali ke kelas. namun sasuke masih diam. sakura berbalik “ayo”
“kau selalu ada untukku. kau pantas dapat imbalan”ucapnya datar
Pipi sakura merah merona,sedikit tersipu malu. ia gulirkan tatapannya dari onyx[5] “ahh. . tidak usah sasuke-kun. . aku tak perlu bayaran untuk—“sesuatu yang tiba-tiba melekat di keningnya membuatnya terdiam sekaligus terkejut. sesuatu yang lembut bahkan terasa hangat. ya…satu kecupan mendarat di keningnya. ah. . jantung sakura semakin memicu. apalagi dengus nafas sasuke terasa di pucuk rambut sakura. tak lama,hanya beberapa detik sasuke melepaskan kecupannya.
Senyuman perlahan terukir di wajah sasuke “aku hanya memberi imbalan itu…” satu tangan sasuke menempel di pipi sakura
“ahhaha. . sudahlah. . ini bukan waktunya untuk pacaran,kita kembali ke kelas. . ”dengan pipi merona,sakura menarik kekasihnya itu keluar.

-oOo-

Hari ini,sakura tak bisa pulang bersama sasuke. paksaan sahabatnya yang bernama ino untuk pergi ke mall bersama membuatnya tak bisa pulang dengan sasuke. dengan berat hati sakura menolak ajakan sasuke. sangat berat. padahal ia selalu ingin bersama sasuke
“yasudah,tidak apa-apa kalau begitu. aku duluan ya”ucap sasuke terlihat ekspresi kecewa di wajahnya saat mengetahui bahwa sakura tak bisa pulang dengannya
“umm. . sekarang kau akan pergi check-up bukan?jam berapa?biar aku nanti menyusulmu kesana”ujar sakura sambil mendekap buku-buku paket. ia menyempatkan diri untuk berbicara dengan sasuke sebelum dirinya pergi ke mall. sasuke memang selalu melakukan check-up ke rumah sakit untuk kesehatan jantungnya
“ya. . sekitar jam 3”jawabnya sambil memainkan kunci motor di tangannya
“oh. . aku akan kesana. . ”sakura mengembangkan senyumnya
“baiklah. . ”sasuke mendekat lalu mengecup kening sakura sekilas “ingat,jangan bilang apapun tentang penyakitku ini pada ino,ya?”bisiknya sambil mengacak halus helaian rambut pink sakura. sasuke pergi setelah sebelumnya sakura mengangguk sambil melambaikan tangan
“Hei jidat!ayo!lama sekali!”ino tiba tiba datang menarik tangan sakura. sejak tadi sakura berdiri sambil menunduk di tempat parkiran itu.  mungkin ia tak tega sasuke mengidap penyakit berbahaya seperti itu.  lamunannya pun buyar seketika saat ino datang dan menariknya.

-oOo-

Sakura tahu,ino tak punya banyak uang tapi ino bersikeras ingin ke mall.  ini memang menjengkelkan,pergi ke mall hanya untuk melihat-lihat saja?di mall gede ini tetap saja yang dibawa pulang hanyalah sebuah pop corn dan minuman.  hanya itu.  membosankan sekali.  ini kebiasaan ino yang sulit dihilangkan.
“untuk apa kita ke mall kalau kamu Cuma pengen beli pop corn dan minuman aja?di jalanan juga banyak,kan?”sakura sedikit memarahi ino saat berjalan akan ke pintu keluar.  ia meneguk sedikit minuman yang dibelinya tadi.
“ihh.  .  aku kan pengin tahu harga-harga tas dan sepatu terbaru disini.  kalau nanti aku punya uang,aku akan membelinya.  ”ujar gadis blonde ini
“ya nanti.  .  terus aja nanti kalau ada uang.  .  kapan kamu punya uang!dasar pig!”sakura semakin kesal
“heh.  .  bulan depan ayahku gajian,lho!nanti ke sini lagi yak!”ucapnya.  sakura hanya menanggapinya dengan tatapan malas
Pandangan sakura menerawang ke langit yang kini terlihat kelabu akan turun hujan mungkin. mereka berhenti di teras mall. bagaimana kalau turun hujan?begitu yang mereka pikirkan.
Ino meronggoh tasnya ketika sadar telponnya berbunyi tanda pesan.  “ah!sakura!!sai akan menjemputku!”ucapnya kegirangan saat membaca pesan singkat tersebut. sai adalah kekasih ino. mereka pun sudah lama berpacaran.
“apa?sai menjemputmu?lalu bagaimana denganku?”Tanya sakura kebingungan. kalau benar sai akan menjemput ino,maka dirinya harus pulang sendirian.
“kau minta jemput sasuke saja. apa susahnya?”sarannya enteng. ia mengangkat sudut bibirnya tampak meremehkan
“tapi. . sasuke kan. . sasuke—“ia hampir saja keceplosan akan mengatakan bahwa sasuke akan pergi check-up .  jam juga sudah menunjukan pukul 2 lebih. ia mengatupkan kedua bibirnya “ahh. . handphone-ku kan. . kan baterai-nya habis”sakura mencari alasan lain. padahal sebenarnya ia tak membawa handphone
“yasudah. . biar aku SMS sasuke. jadi,kau takkan pulang sendirian”ino mengutak-ngatik handphone-nya mulai mengetik sebuah pesan
“eeh?jangan!jangan ino!”cegah sakura. ia hendak merebut handphone ino namun seseorang datang dengan motornya. membuat ino dan sakura terkejut. ternyata seorang pria berambut hitam berkulit putih yang sering dipanggil sai sudah datang. ino terlihat sangat kegirangan dan langsung saja duduk dibonceng sai.
“ahhaa~ kau cepat sekali datangnya. . ”puji ino sambil menenggelamkan wajahnya ke punggung sai sambil melingkarkan tangan di pinggang sai.
“ahh! Dasar pig ! lalu aku pulang dengan siapa?!”dengus sakura kesal melipatkan tangannya di dada
“sepertinya akan turun hujan,jadi aku buru-buru menjemputmu. ”ujar sai pada ino. matanya bergulir pada sakura “sakura,aku sudah memesankanmu taxi. kau tinggal naik taxi saja. kau juga tidak perlu membayar ongkosnya karena aku sudah membayarnya”ujar sai. dia tahu betul bahwa ino pergi dengan sakura. untuk itu ia sudah siapkan taxi untuk sakura.
Sakura berjingjit melihat sebuah taxi biru sudah stand by disana. mungkin taxi itu yang dimaksud.  “ahh. . arigatou…”sakura tersenyum. ino dan sai sudah berlalu. sakura pun menaiki taxi itu. sakura tidak tahu kalau pesan yang ino ketik tadi sudah terkirim ke sasuke. sakura menyangka ino mengurungkan niatnya saat sai datang,namun ternyata tidak.

-oOo-

From : Ino Yamanaka
Sasuke-kun,bisa kau jemput sakura?dia mau dijemput. .
Menerima pesan bahwa sakura ingin dijemput,sasuke bergegas. ia pikir masih ada waktu untuk menjemputnya sebelum check-up . lagipula ia tak bisa menolak apa yang diinginkan sakura. ia tak ingin mengecewakan sakura. ia mengambil motornya lantas pergi.
Sasuke tahu betul mall yang sering dikunjungi sakura bersama ino.
Sampai disana ia tak menemukan batang hidung sakura. ia pikir mungkin sakura masih berbelanja,jadi ia menunggunya di tempat parkiran. sedikit membosankan,namun ini semua demi sakura. ia harus rela jadi pusat perhatian orang-orang walau sebenarnya dirinya tidak suka seperti ini.

-oOo-

Sakura menghempaskan tubuhnya ke ranjang. melepaskan semua rasa lelah. sedangkan sasuke masih menunggu sakura yang jelas sakura sudah pulang. sasuke pikir mungkin sakura masih bersenang-senang,tak apalah menunggunya sebentar lagi. padahal ini sudah jam 3 lewat. menyadari jam sudah lewat pukul 3,sakura bergegas menuju rumah sakit. ia mengira sasuke pasti butuh dirinya saat check-up
“sudah jam 3. . harusnya aku sudah check-up sekarang. tapi. . kenapa sakura tidak muncul-muncul?”sasuke pun memasuki mall itu. mencari keberadaan sakura. namun,malas rasanya jika harus berkeliling mall segede ini. ia menghubungi sakura namun telponnya tidak aktif. jelaslah,handphone sakura benar benar tidak aktif,baterai-nya habis. perlahan langit mulai menjatuhkan air. dari awalnya tenang hingga deras seperti sekarang.
Akhirnya sebuah pesan singkat dari ino diterimanya lagi

From : Ino Yamanaka
Eh. . sasuke,sakura sudah pulang duluan naik taxi. maaf aku telat ngasih tahu
Membaca itu membuat sasuke berdengus kesal. ia tak ingin mengecewakan sakura,eh ternyata malah dirinya yang dikecewakan. kesal memang. ia jadi batal check-up yang sebenarnya wajib dilakukan. ia mengambil motornya lalu pulang. kenapa harus seperti ini?. kenapa juga handphone sakura harus mati?. sepanjang jalan ia hanya berdengus seperti itu. tapi,apapun yang ia lakukan demi sakura,ia tak boleh menyesal. itu yang selalu dipikirkannya.
Penyakit jantung yang dideritanya memang tak bisa diajak kompromi. seringkali kambuh diwaktu yang tidak diinginkan. sangatlah mengganggu. tak terkecuali disaat mengendarai seperti ini. telat check-up sekali saja bisa membuatnya kambuh berat.  “Arrghh!!” sasuke tak bisa mengendalikan motornya. tangan satunya merenggut dada yang terasa sakit. tak tertahankan. terlebih lagi tak ada sakura yang kerap kali menemani dan menenangkannya. tak ada air minum,apalagi obat yang lupa dibawanya. kalau sudah begini,apa yang bisa ia perbuat? Jantungnya yang sakit membuatnya tidak fokus. hanya dengan satu tangan saja tak cukup untuk mengendalikan motor. motornya bergerak tak menentu hingga membuatnya terjatuh. beberapa bagian tubuhnya terluka akibat gesekan aspal. disaat seperti ini,yang bisa menolongnya hanyalah warga-warga yang peduli saat melihat kecelakaan itu
.
-oOo-

“Dimana sasuke?bukankah seharusnya dia sekarang sudah melakukan check-up?”sakura terus bergumam. ia duduk di dekat ruangan dimana sasuke sering check-up. ia begitu khawatir. sudah jam setengah empat. ia tak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada sasuke.
Ia menengok ke sebelah kanan. dimana ada lorong disitu. biasanya selalu sepi. tapi kini,terlihat seorang wanita berambut raven panjang lurus sedang duduk di ruang tunggu sambil menunduk. sakura sangat mengenalinya. ia mendekati wanita itu.
“bibi Mikoto?bibi sedang apa disini?”pertanyaan sakura membuat wanita itu terhenyak. sakura melihat mata onyx yang kini berkaca-kaca. ia berpikir pasti ini ada sangkut pautnya dengan sasuke. ya,bagaimana tidak,Mikoto adalah ibu kandung sasuke.
“Kaa-san[2]!!”seorang pemuda berambut raven berkucir datang memecahkan suasana hening. sakura juga sangat kenal dengan pemuda ini. kakak kandung dari sasuke. kenapa  mereka bisa ada disini?kenapa tidak di ruangan yang biasa? “ada apa dengan sasuke?apa dia tidak kenapa-napa?”Tanya pemuda bernama itachi itu dengan mimik yang penuh dengan kekhawatiran akan adik tersayangnya itu. sakura semakin tak mengerti dengan keadaan ini. apa yang sebenarnya terjadi?tak biasanya.  “ada apa ini,itachi-nii[3]?bibi mikoto?”sakura menjadi satu satunya orang dengan wajah kebingungan disitu.
“sakura-chan,bukankah kau ini kekasihnya?kenapa kau sampai tidak tahu?sasuke kan menjemputmu tadi?”ujar itachi sedikit memarahi
“A-aku benar-benar tidak tahu. aku pulang naik taxi. tidak dijemput sasuke. ”sakura menunduk
Mendengar jawaban sakura membuat itachi terpancing emosi. ia tak terima jika adiknya harus mengalami kecelakaan seperti ini“apa maksudmu?!!jelas-jelas kau yang—“ ucapan itachi terpotong saat seorang dokter keluar dari ruangan sasuke. niatnya untuk memarahi sakura otomatis terurungkan. wajah sakura yang asalnya ketakutan,kembali normal.
“dokter?bagaimana keadaan sasuke?”Tanya itachi penuh dengan rasa penasaran. ia menjingjit,menengok sedikit ke jendela kecil yang menempel di pintu yang semula tertutupi oleh badan tegap milik dokter ini. didapatinya sasuke tengah terbaring dengan infusan dan beberapa bagian tubuhnya dibalut perban.  “apa aku boleh menemuinya?”pandangannya mengerling pada dokter. ia begitu khawatir.
Sang dokter langsung saja mengangguk. mungkin karena kondisi sasuke kini mulai membaik. itachi menerobos masuk. tak terkecuali juga mikoto. sakura hanya berjalan pelan sambil menunduk.  “jangan buat pasien terlalu capek. dia butuh istirahat”pesan dokter. itu mungkin hanya terdengar oleh sakura saja.
“Sasuke-kun?!apa kau baik-baik saja?apa jantungmu sekarang terasa sakit?”Tanya itachi memegang pipi sasuke lalu mengecup keningnya. ia tak menyangka. sasuke yang kuat kini terbaring dengan beberapa selang yang menempel ke tubuhnya. tatapan yang tajam kini terlihat sayu. lemah.
“syukurlah tak terjadi hal yang buruk padamu,sayang”ucap mikoto sambil tersenyum lega dengan onyx yang berkaca-kaca.
“Mana Sakura?”pertanyaan yang terlontar di mulut sasuke itu membuat sontak itachi dan mikoto. kenapa sakura yang ditanyakan oleh sasuke?bukankah sakura yang telah membuatnya seperti ini?begitu pikir mereka berdua.
Itachi dan mikoto merenggangkan jaraknya sehingga terlihatlah sakura yang menunduk sambil menangis.  “kaa-san,Itachi-nii,terima kasih sudah menjengukku. tapi,bisakah kalian keluar dulu sebentar?aku ingin bicara dengan gadis itu”ujar sasuke. berusaha agar tak terdengar seperti mengusir ibu dan kakaknya.
Itachi dan mikoto memandang sakura. gadis itu terlihat sayu sekali. namun Itachi tetap tak suka karena sakura telah membuat adiknya seperti ini.  “A-apa maksudmu sasuke?! Kau ingin bicara dengan gadis yang telah mencelakaimu ini?!”
“aku mohon,kak. . ”sasuke memohon penuh
Akhirnya Mikoto mengerti. ia merangkul anak sulungnya itu sambil memberi kode agar memberikan kesempatan untuk sasuke. mereka pun keluar hingga tinggal sasuke dan sakura saja di sana. sejenak hening antara mereka. sakura mungkin masih merasa bersalah. dan sasuke masih merasa kesal. mereka memandang ke arah yang berbeda.
“sasuke””sakura” secara tak sengaja mereka mengawali pembicaraan dengan bersamaan. membuat suasana terasa canggung. tak biasanya.  “kenapa kau membuatku seperti ini?!”Tanya sasuke mengawali pembicaraan dengan sedikit menyentak. membuat air mata mengalir dengan deras dari pelipis mata sakura. coba saja bayangkan jika orang yang kita cintai mengalami kecelakaan seperti ini gara-gara kita?pastilah perasaan berkecamuk,antara rasa bersalah,khawatir,sedih. ahh membuat perasaan ini sulit diartikan. seakan semuanya jadi serba salah.
“M-maafkan aku. . a-aku. . aku. . salah. . hik hik hik”sakura mencengkeram erat kerah bajunya sendiri
“kau tahu berapa lama tadi aku menunggumu?!”sasuke menyentaknya lagi “dan kau tahu kalau jantungku kambuh saat di perjalanan?!”sasuke membuang mukanya”cih!”
Tangisan sakura semakin menjadi. bentakan sasuke barusan begitu merasuk ke dalam jiwanya. sesuatu yang membuat dada sakura begitu sesak.  “hik. . hik. . maafkan aku. aku salah,sasu. . hik. . tapi aku tak memintamu untuk menjemputku. . ” cairan bening itu berjatuhan mengenai lantai. jarak antara mereka kini memang agak jauh.
Sasuke beranikan diri untuk melirik wajah sakura. entah kenapa malah ia yang merasa bersalah karena membuat sakura menangis seperti ini. dan entah kenapa setiap tetesan yang keluar dari pelipis mata sakura membuat dirinya serasa bersalah,ia merasa dirinya yang telah mengecewakan sakura,membuat sakura tak nyaman,hingga bersedih seperti ini.  “lalu. . kenapa SMS itu dikirim padaku?!”sasuke berusaha bersikap jutek
“aku tidak tahu. . hik-hik. . aku benar-benar tidak tahu itu. handphone-ku juga tak bisa dinyalakan. aku merasa bersalah atas itu. harusnya aku menghubungimu. bukan naik taxi seenaknnya”jelas sakura.
Sasuke menghela nafas. ia tak bisa membentak sakura lagi. ia rasa sudah cukup dirinya melihat air mata sakura. tak tahan.  “kemarilah”ujar sasuke. menyadari jarak antara dirinya dengan sakura agak jauh.
Sakura berjalan perlahan. semakin mendekat,sakura berjalan semakin cepat hingga ia berlari dan segera menenggelamkan dirinya kedalam pelukan sasuke. sebelumnya sasuke sedikit merentangkan tangan untuk mengisyaratkan pelukan. sakura meluapkan semua tangisannya. hingga sedikit membasahi baju sasuke. bagi sasuke ini tidak apa-apa. tak memberatkannya sama sekali
“Gomen[4] sasuke!!gomen. . hik hik. . gomen”ucapnya disela tangisan
Tanpa beban,sasuke mengelus punggung sakura. sakura melepas pelukannya sambil menghapus air mata di pipinya.  “maaf,sasuke-kun. . ” sasuke meraih tangan sakura lalu menggenggamnya erat.  “gadis macam apa aku ini!!!”sakura memaki dirinya sendiri
“ya!kau ini gadis macam apa?!”ucapan sasuke itu membuat sakura tersentak.  “kau ini gadis macam apa?!hingga membuatku tak bisa merasa kecewa?aku malah merasa baik ketika kau ada disini. tak ada niat untuk memarahimu seperti tadi. ”sasuke menempelkan tangannya ke kepala belakang sakura lalu memberikan tekanan agar jarak antara wajah dirinya dan sakura menjadi lebih dekat. ia meraih kening sakura lalu mengecupnya. tak lama namun terasa hangat.
Tangisan sakura seketika lenyap. sasuke memang bisa membuat sakura menjadi tenang. begitu pun sebaliknya.
“aku yakin. tak ada yang salah antara kita. hanya kesalah pahaman saja. aku yakin itu,sakura. aku juga tak berani memarahimu karena kau sama sekali tak bersalah. kau tak mungkin membiarkan hal ini terjadi padaku,kan?”
Sakura mengangguk mantap.  “kau percaya padaku?”sakura tersenyum
“ya. . karena aku tahu kau tidak pernah berbohong padaku. kau juga selalu menyimpan rahasiaku baik-baik. arigatou. . sakura-chan. kau satu-satunya orang yang membuatku begitu percaya”mereka berdua tersenyum. ada rasa lega di hati sakura. sakura memeluk lagi tubuh sasuke. sebentar namun hangat sekali.
“jadi,kapan kau mau menjadi sakura uchiha?”pertanyaan itu membuat sakura tercengang. pipinya memerah. ia melepaskan pelukannya sambil mengalihkan pandangannya dari onyx agar suasana tak terlalu gugup. apa pertanyaan sasuke itu berarti melamar dirinya?
“umm. . kapan pun,sasuke-kun. . ”ya. . kapan pun,sakura mau. mau sekali menjadi sakura uchiha.
“kalau aku minta sekarang,bagaimana?”pertanyaan sasuke itu memicu jantung sakura berdegup dengan kencang
“ah. . hihi. . k-kita kan. . harus lulus kuliah dulu. . ”sakura menggesekan kakinya kedepan-belakang.
“ah. baiklah!kalau begitu,usai wisuda,aku akan segera melamarmu,sakura!”sasuke begitu yakin. sepertinya dia serius dengan ucapannya ini. mereka berdua tersenyum senang. rasa sakit yang dirasa sasuke seakan hilang. ia jadi ingin segera lulus wisuda dan melamar gadis yang sangat dicintainya ini.
Sakura sangat menerima dengan keadaan sasuke. begitu pun sasuke. sasuke sangat antusias akan melamar sakura. terkadang dia selalu khawatir,bagaimana jika ia kehilangan sakura. untuk itu ia ingin segera melamarnya. dan menjadi sakura ‘uchiha’ adalah kebahagiaan tersendiri bagi sakura. dengan menjadi uchiha,ia rasa ia takkan pernah kehilangan sasuke. takdir seakan telah mengikat mereka berdua. saling memiliki,dan mencintai adalah kebahagiaan bagi mereka berdua. meski tadi itachi sempat memarahi sakura,namun sebenarnya itachi dan mikoto juga sangat menyayangi sakura. hanya saja keadaan ini membuat mereka terlalu panik. keluarga sasuke sangat menyukai sakura. begitu pun keluarga sakura sangat menyukai sasuke. mereka seakan sudah jadi pasangan sejati.

-oOo-
END
-oOo-



Keterangan :
[1] : ucapan ‘terima kasih’ dalam bahasa jepang
[2] : panggilan untuk ‘ibu’ dalam bahasa jepang
[3] : panggilan pada ‘kakak’ di jepang
[4] : dari bahasa jepang yang berarti ‘maaf’

[5] : warna hitam pada mata sasuke/mikoto/itachi sering disebut ‘onyx’