5 Kalung untuk sahabat
Gita.
Seorang gadis pendiam dan pemalu yang sangat baik. Bahkan keempat sahabatnya
pun sangat menyukainya. Selalu membantu disaat kesulitan, dan bersuka cita saat
bahagia. Apalagi mengetahui Gita mengidap penyakit yang membahayakan. Kanker
otak. Itu membuat sahabat-sahabatnya lebih memperhatikan Gita. Tapi suatu hari,
Gita yang malang ini terkena fitnah besar.
Via : “Hik..hik..hik” (menangis
tersedu-sedu di bangku)
Gita,Sani,Putri,dan Dina datang
menghampiri
Sani : “Via? Kamu kenapa?” (duduk
di sisi Via)
Putri : “kenapa? Ada masalah lagi
sama si Rio itu?” (ikut duduk di sisi Via)
Via : (mengangguk) “Gue benci sama
lo,Gita!”
Gita : (tercengang) “hah? Aku?”
(kebingungan)
Via : “Iya,elo! Gue benci! Lo yang
hancurin hubungan gue sama Rio,kan?!”
Sani : “Apa? Gita ngancurin
hubungan Via?”
Gita : “Nggak. Aku gak ngelakuin
apapun..”
Via : “Bohong!!” (mengeluarkan
beberapa kertas yang berisi surat dari tasnya lalu melemparkan semua kertas itu
ke wajah Gita)
Gita : (membawa satu lembar dari
beberapa kertas itu. Lalu membacanya)
Jelas di
kertas itu tertulis nama pengirimnya Gita dan tertuju untuk Rio. Juga tanda
tangan Gita di bawahnya. Tak hanya itu,Rio pun membalasnya dengan kata-kata
manis.
Via : “Itu buktinya! Sekarang,lo
mau jelasin apalagi,heh?!” (sambil membentak)
Gita : (tercengang) “Aku gak pernah
ngirim surat kayak gini,Vi. Sumpah..”
Via : “halah! Bohong lo! Rio jadi
mutusin gue hanya karena lo! Dasar! Gue gak nyangka ternyata lo itu nikung
gue!”
Sani,Putri : (menatap sinis Gita)
Via : “Gue gak mau denger
penjelasan lo! Buktinya disitu ada tanda tangan lo!”
Gita : (menunduk)
Via : “keluar lo dari sini! Gue gak
sudi nganggap lo sahabat lagi! Pergi lo!”
Gita : “tapi…”
Via : “KELUAR!!!” (sambil berdiri
menunjuk pintu kelas yang terbuka lebar)
Gita : (berjalan keluar kelas
dengan wajah sendu)
Rian : (berdiri di dekat pintu
sambil menertawakan Gita pelan. Tampak senang)
Gita : (menunduk sambil menangis)
Di koridor
sekolah, Gita berpapasan dengan Rio
Rio : “Gita? Mau kemana?”
Gita : (menggeleng pelan)
Rio : “kalau mau ke perpus, aku
ikut. Gimana?”
Gita : (menggeleng lalu pergi)
Rio : (berteriak) “Gita!! Aku belum
selesai bicara!” (memegang tangan Gita) “ada apa? kok nangis gitu?”
Gita : (tak menjawab. Melepaskan
tangan Rio lalu pergi)
Gita pergi
ke kamar mandi setelah menyadari hidungnya mengeluarkan darah. Mimisan. Ia
terus membersihkan darahnya di wastafel.
Gita : “kenapa Rian bisa sejahat
ini? Aku kan gak suka sama Rio..”
Dina : (tiba-tiba masuk menghampiri
Gita) “Gita?”
Gita : (menoleh) “Dina?”
Dina : “mimisan lagi,ya? Nih.. aku
bawa tissue” (memberikan tissue)
Gita : (tersenyum) “makasih..”
Dina : “umm..Gita..aku gak percaya
deh,kalau kamu yang ngehancurin hubungan Via sama Rio..”
Gita : (menggendikkan bahu sambil
menghapus jejak darah di sekitar hidungnya) “maaf,ya.. aku emang gak ngelakuin
semua ini. Tapi…udahlah.. biarin aja..”
Dina : “eh? Gak bisa gitu donk. Ini
kan salah paham. Biar aku yang jelasin ke Via,ya..”
Gita : “gak perlu,Din. Percuma..” (sambil
memegang kepalanya. Tampak merasa pusing)
Dina : “kamu gak apa-apa kan?!” (Dina
cemas)
Gita : (mengangguk)
Gita : (tubuhnya lunglai. Ia
tiba-tiba pingsan)
Dina : “ya ampun!! Gita?!!”
(membopong tubuh Gita lalu membawanya ke UKS)
Sampai di
UKS, Gita berbaring di ranjang. Mulai siuman. Ia melihat Rio yang sudah berdiri
di sampingnya
Rio : “Gita!! Kamu gak apa-apa
kan?!” (Rio cemas)
Gita : (menggeleng)
Rio : (menghela nafas lega)
“syukurlah..”
Sani,Putri,Via,Dina : (tiba-tiba
masuk)
Rio : (menoleh ke Sani,Putri,Via,dan
Dina)
Via : “ohh..lagi berduaan ya? Maaf
ganggu!” (mendelik tajam lantas pergi begitu aja)
Sani : “eeh?! Via?! Mau kemana?!
Kita baru datang,kan?!” (ngejar Via)
Putri : (ikut-ikutan ngejar Via)
Gita : “sana pergi! Rio!!” (membuang
muka)
Rio : “eeh? Aku diusir?” (heran)
Gita : (mengangguk)
Rio : (menoleh sebentar ke Dina
yang masih berdiri di ambang pintu)
Dina : “pergi aja.., sana kejar si Via!”
Rio : (memandang sekilas Gita lalu
pergi)
Dina : “Git? Kamu gak apa-apa kan?”
Gita : “aku lagi pengen sendiri,Din.
Jadi,tolong keluar dulu..”
Dina : “tapi..”
Gita : “aku lagi pengen sendiRian!”
Dina : (murung. Lantas pergi)
Tiba-tiba Rian datang. Hanya diam
di ambang pintu
Rian : “haha.. apa gue udah cukup
buat elo menderita? Ahh..gue rasa masih kurang.. oke..gue bakal bikin lo jadian
ama Rio.. biar suasananya makin panas! Biar lo dibenci sahabat lo sendiri!”
Gita : (hanya diam menatap Rian
sinis)
Rian : “karena waktu itu lo pernah
bikin gue malu di depan orang-orang, gue mau balas dendam ama lo! Lo harus
bayar atas perbuatan lo waktu itu! PUAS LO!!” (menyeringai lalu pergi)
….
Hari-hari
berlalu beGitu saja. Gita semakin dijauhi oleh teman-temannya, kecuali Dina.
Dengan beban pikiran seberat ini, membuat kesehatannya semakin menurun. Apalagi
dirinya tak punya biaya untuk melakukan kemotheraphy. Sudah satu minggu ia
terus berbaring di rumahnya. Tubuhnya terasa lemas sekali. Dina memutuskan untuk
menjenguk Gita. Namun terdahului oleh Rio. Rio sengaja bolos sekolah demi
menjenguk Gita.
Rio : “gimana sama keaadaan kamu?
Ada yang sakit?” (dengan nada cemas sambil duduk di sisi Gita)
Gita : (membuang muka)
Rio : “hei…kenapa kamu jadi cuek
kayak gini?”
Gita : (menggeleng)
Rio : “Git… aku sama Via putusnya
baik-baik,kok..bukan karena apa-apa. Cuma ini kan masalah hati.. aku kan gak
bisa maksain hati buat cinta ke Via..”
Gita : “gak perlu ngomong kayak Gitu!
Lagian aku gak punya perasaan ke kamu!”
Rio : “ta-tapi.. aku sayang sama
kamu,Git..” (memegang tangan Gita namun segera ditepis)
Gita : “sama kayak kamu, aku juga
gak bisa maksain hati..”
Krekk..
tiba-tiba Dina datang
Rio,Gita : (menoleh ke Dina)
Gita : “keluar dulu! Aku mau bicara
sama Dina..”
Rio : (pasrah dan akhirnya keluar
dari kamar Gita)
Dina : “Git..” (menghampiri Gita)
Gita : “ya?”
Dina : “umm..ini ada sedikit uang
dari aku,Rio,dan sumbangan dari teman yang lain..buat biaya kemotheraphy..”
(sambil memperlihatkan uang yang berjumlah 10.000.000)
Gita : (tercengang. Ia
mengucek-ngucek matanya karena objek yang dilihat menjadi ada 2 bayangan)
“a-apa?! tidak usah lah.. lagian kenapa juga harus minta sumbangan segala?
Ngerepotin banget tahu”
Dina : “ihh… ini kan buat kamu..
cepet terima..”
Ucapan Dina terdengar samar di
telinga Gita
Gita : “umm.. gak usah deh..”
Dina : “aku udah baik sama
kamu..kok gak diterima sih?”
Gita : “a-apa? kamu bilang apa
barusan?”
Dina : “aku udah baik sama
kamu..kok gak diterima?”
Gita : “bukannya gak nerima,tapi..”
Dina : “tapi apa?”
Gita : (mengucek-ngucek kembali
matanya. Penglihatannya semakin tidak jelas) “kok mata aku gini,ya?” (tiba-tiba
penglihatannya tak berfungsi lagi. Semuanya jadi terlihat gelap di mata Gita)
“loh,kok.. gelap ya? Din.. plis Din… jangan main iseng..”
Dina : “apa? lampunya masih
nyala,kok…gak ada yang iseng.. atau jangan-jangan kamu….!!”
Gita : “kenapa Din?!” (mulai panik)
Dina : “buta?”(dengan suara lirih)
Gita : “apa? kamu ngomong apa
barusan?” (Gita meminta pengulangan)
Dina : “buta?”(dengan suara normal)
Gita : (mulai menangis kemudian
memeluk Dina) “Dina…..” (sambil terisak)
Dina : “ssstttt… ini.. uangnya aku
simpan di sini ya… nanti kamu berobat,ya..” (menyimpan uangnya di meja)
Gita : “tapi..kamu bisa gak anter
aku ke taman belakang rumah? Aku lagi pengen ke sana..” (pinta Gita sambil
melepaskan pelukannya)
Dina : (mengangguk)
Di taman
belakang rumah, Gita dan Dina duduk di bangku taman. Ditemani rimbunnya
pepohonan.
Gita : “Din,aku punya sesuatu buat kita
berlima..”
Dina : “apa?”
Gita : (meronggoh saku jaketnya.
Mengeluarkan 5 kalung berliontin bintang hitam) “buat kita berlima”
Dina : (terkesima) “wahh..bagus…
kamu yang beli?”
Gita : (mengangguk) “sayang
banget.. aku gak bisa lihat kalung ini lagi..” (mulai meneteskan air mata)
Dina : (ikut menangis) “sini,aku
pakein…” (mengambil satu kalungnya lalu memakaikannya di leher Gita)
Gita : (meraba-raba liontinnya)
“kayaknya keren,ya..”
Dina : (memakai satu kalung di
lehernya sendiri) “makasih,ya..”
Gita : (tersenyum) “kamu aja ya
yang kasihin 3 kalung sisanya ini ke Sani,Putri,sama Via..”(memberikan ke-3
kalungnya ke Dina)
Dina : (mengangguk)
Gita : “Din, aku ngantuk” (sambil
menguap)
Dina : “kalau Gitu,kita ke kamar
lagi,ya..”
Gita : “gak mau..”
Dina : “kalau Gitu,sini..”
(menyenderkan kepala Gita ke bahunya)
Gita : (memejamkan matanya) “aku
minta maaf ya.. kalau aku sudah menyusahkan kalian..”
Dina : “iya..aku juga..” (memeluk Gita)
Gita : “aku gak bisa tidur kalau gak
ada lagu pengantar tidur”
Dina : “hmm? Nina bobo?”
Gita : “yang lain..”
Dina “oke…” (menyenandungkan sebuah
lagu)
Dina : “Git,tadi, di sekolah, Sani,Putri,sama
Via sudah tahu siapa sebenarnya dalang dari semua ini..ternyata pelakunya Rian.
Mereka taDinya mau ke sini bareng,tapi..katanya ngerjain dulu tugas. Dan Rian
ditangani sama BP. Jadi,sekarang kamu gak perlu khawatir. Yang lain bakalan
datang ke sini..”
Gita : (diam. Tak bergeming)
Dina : (terus menahan tubuh Gita
yang perlahan terasa berat) “udah tidur?” (Dina melepaskan pelukannya) “Git?”
(menggoyang-goyangkan tubuh Gita namun Gita tak bangun-bangun) “Gita?!!” (mulai
panik. Ia menepuk-nepuk pipi Gita namun tetap tak bangun. Biasanya orang yang
tidur tak begini. Wajah yang membiru. Dan terasa kaku) “Gita…!!!!!!!” (teriak
histeris mengetahui jantung Gita sudah tak berdetak lagi) ternyata diamnya gita
tadi artinya ia menghembuskan nafas terakhir..
-oOo-
Story by me !
semoga bermanfaat, gaiss:)
semoga bermanfaat, gaiss:)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar